Beranda | Artikel
Seluruh Sifat Allah adalah Sifat Yang Maha Sempurna
Rabu, 6 Januari 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan

Seluruh Sifat Allah adalah Sifat Yang Maha Sempurna ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Tentang Nama-Nama Allah dan Sifat-SifatNya. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 17 Jumadill Awal 1442 H / 1 Januari 2021 M.

Kajian Tentang Seluruh Sifat Allah adalah Sifat Yang Maha Sempurna

Pada kesempatan kali ini kita melanjutkan pembahasan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang merupakan modal hidup kita. Masih berkaitan dengan masalah sifat-sifat Allah Tabaraka wa Ta’ala sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa aqidah Ahlus Sunnah meyakini bahwa seluruh sifat Allah adalah sifat yang maha sempurna, tidak ada kejelekan, kecacatan, kekurangan dan keterbatasan di dalam sifat tersebut dari sisi manapun. Kesempurnaan yang mutlak, tiada yang lebih sempurna dari itu. Ini yang menjadi landasan dari prinsip tersebut wahyu, akal yang sehat dan fitrah yang selamat.

Sifat secara umum terbagi tiga: (1) sifat sempurna secara mutlak, (2) sifat yang jelek dan (3) sifat yang dari satu sisi baik tapi dari sisi yang lain tidak baik. Yang wajib ditetapkan bagi Allah secara mutlak adalah yang pertama, yaitu semua sifat yang sempurna. Ini telah kita jelaskan dalil-dalilnya.

Adapun jenis yang kedua, seluruh sifat jelek/cacat/aib/kekurangan maka Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Suci dari sifat tersebut. Tidak boleh dinisbatkan kepada Allah. Tidak boleh Allah disifati dengan sifat tersebut. Karena konsekuensi dari kesempurnaan Allah adalah Allah Maha Suci dari seluruh kekurangan tersebut. Sifat kekurangan tersebut adalah sifat yang identik dengan makhluk yang memang lemah, fakir dan penuh dengan segala kekurangan dan keterbatasan, maka itulah sifat yang lazim bagi makhluk.

Maka kita mendapatkan sifat-sifat yang Allah nafikan dari diri-Nya. Hal ini karena seluruhnya adalah sifat kekurangan. Yaitu seperti kematian, kebodohan, lupa, lemah, buta, tuli, kedzaliman dan yang lainnya. Ini semua adalah sifat-sifat kekurangan/kecacatan dan yang lainnya. Inilah yang dalam istilah aqidah Ahlus Sunnah dinamakan dengan sifat As-Salbiyah atau sifat Al-Manfiyah (sifat-sifat yang ditiadakan oleh Allah).

Satu hal yang perlu menjadi catatan dalam hal ini bahwa apakah maksud dari sifat tersebut hanya sekedar menafikan sifat-sifat kekurangan itu saja atau maksudnya mensucikan Allah dari seluruh sifat-sifat kekurangan tersebut dengan tujuan menetapkan seluruh sifat-sifat kesempurnaan yang merupakan lawan dari sifat-sifat kekurangan tersebut. Pertanyaannya apakah maksud tatkala Allah menafikan sifat-sifat yang tercela dari diri-Nya sekedar hanya menafikan sifat tersebut saja, atau maksudnya selain dari menafikan sifat tersebut karena mensucikan Allah dari sifat kekurangan, kecacatan dan keterbatasan dan disertai menetapkan sifat-sifat sempurnaan yang merupakan lawan dari sifat kejelekan tersebut. Maka dalam hal ini jawabannya adalah yang kedua ini.

Misalnya sifat Al-Manfiyah (yang dinafikan oleh Allah) adalah kematian. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan di dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 58:

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ

“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Maha Hidup yang tidak mati,” (QS. Al-Furqan[25]: 58)

Sifat kematian adalah sifat kekurangan yang ada pada makhluk. Adapun hidupnya Allah Maha Hidup, kekal, maka tentu tidak pernah mati. Maka kita bergantung kepada Allah. Dari satu sisi perintah untuk mengikhlaskan ibadah tawakal kepada Allah, jangan tawakal kepada orang yang mati, para wali dan seterusnya. Tawakal kepada Allah Yang Maha Hidup yang tidak pernah mati, itu yang bisa menyelamatkan dan memberikan kebaikan.

Maka ketika Allah tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan: “Tidak mati,” maka kita wajib mengatakan: “Allah tidak mati.” Dan maksud Allah menafikan sifat kematian dari diri-Nya adalah Allah ingin menetapkan kesempurnaan sifat kehidupan yang sempurna dan kekal abadi.

Kaidahnya adalah jika hanya sekedar meniadakan saja, itu bukan hal yang sempurna. Jika kita hanya mengatakan “tidak mati” saja, itu bukanlah suatu kesempurnaan. Kecuali jika peniadaan tadi mengandung makna kesempurnaan, baru peniadaan tersebut menunjukkan kepada kesempurnaan.

Maka tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan “tidak mati” hal ini mengandung penetapan kesempurnaan hidup Allah. Yaitu kehidupan yang tidak didahului ketiadaan dan kehidupan yang tidak akan pernah berakhir dengan kefanaan.

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

Semua yang ada di permukaan bumi ini akan binasa, dan yang kekal abadi hanya wajah Rabbmu.” (QS. Ar-Rahman[55]: 26)

Contoh yang selanjutnya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikan dari diri-Nya sifat lupa dan juga sifat kejahilan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Fathir yang menjelaskan perihal ahwal umat-umat sebelumnya telah tertulis di Lauhil Mahfudz. Allah mengatakan:

عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي فِي كِتَابٍ ۖ لَّا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنسَ

Pengetahuan tentang umat-umat sebelumnya ada di lauhul mahfudz. Rabbku tidak sesat (tidak jahil tentang semua hal itu), dan tidak akan lupa.” (QS. Tha-ha[20]: 52)

Tatkala Allah menafikan “tidak sesat” yang bermakna tidaklah jahil dan tidak pula lupa, ini menunjukkan kesempurnaan ilmu Allah, ilmu yang meliputi segala sesuatu, mengetauhi apa yang sebelumnya, mengetahui apa yang sedang terjadi, mengetahui sesuatu yang belum terjadi dimasa yang akan datang dan bagaimana hal itu akan terjadi dimasa yang akan datang. Semua itu diketahui oleh Allah.

Begitu juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menafikan sifat kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ اللَّـهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ

Tidak ada satupun di langit dan di bumi yang mampu untuk melemahkan Allah.” (QS. Fatir[35]: 44)

Sifat lemah adalah kecacatan, maka Allah Yang Maha Kuat. Maka tatkala Allah menafikan bahwa tiada seorang pun yang bisa melemahkan Allah, maka sesungguhnya hal itu menunjukkan akan kesempurnaan, kekuatan, keperkasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Begitu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala bukanlah Dzat yang tuli/tidak mendengar. Allah yang mendengar semua suara, tiada yang tersembunyi bagi Allah. Bisikan hati, ucapan lisan, semua didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُم ۚ بَلَىٰ وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ

Apakah mereka mengira Kami tidak mendengar rahasia mereka dan bisikan mereka? Tidak demikian. Bahkan tidak satu pun ucapan yang terlontar dari mulut kecuali ada yang menulis.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 80)

Juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menafikan dari diri Allah kebutaan. Karena Allah memiliki 2 mata yang sempurna. Hal ini karena tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan sifat Dajjal, ternyata Dajjal itu Kendati diberi izin oleh Allah mampu untuk melakukan hal-hal yang ajaib, yang diluar dari kekuasaan makhluk sehingga banyak yang terpedaya dengan hal itu, Rasulullah memperingatkan bahwa Dajjal itu bukan Rabb, dia makhluk yang serba kekurangan. Buktinya adalah bahwa salah satu matanya melihat dengan terang dan satu matanya yang lain kecil tidak sempurna. Jika yang demikian saja dinafikan dari diri Allah, apalagi kebutaan yang tidak bisa melihat sama sekali. Maka kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ

“Sesungguhnya Dajjal itu salah satu dari matanya tidak sempurna, adapun Rabb kalian tidak demikian.” (HR. Bukhari Muslim)

Allah memiliki dua mata, ini adalah aqidah Ahlus Sunnah. Tentunya mata yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi Allah melihat dengan mata, itu keyakinan kita.

Ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa Allah Maha Sempurna dari sifat-sifat yang tercela.

Di antaranya juga bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mendengar, tidak ada yang tersembunyi. Dalam satu perjalanan, para sahabat mengangkat suara ketika berdzikir, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا علَى أَنْفُسِكُمْ، إنَّكُمْ ليسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا

“Wahai sekalian sahabatku, sayangi dirimu, sesungguhnya kalian berdoa dan berdzikir kepada Dzat yang Maha Mendengar, bukan yang tuli, bukan yang jauh.” (HR. Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mendengar dan dekat.

Ini adalah pelajaran bagi kita bahwa ketika berdzikir tidak perlu teriak-teriak. Kita berdzikir untuk siapa? Kalau untuk Allah, maka Allah mendengar bahkan bisikan hati kita. Maka berdzikirlah untuk Allah, bukan untuk dipublikasikan dan didengar oleh orang satu kampung.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian Seluruh Sifat Allah adalah Sifat Yang Maha Sempurna

Untuk mp3 kajian yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49592-seluruh-sifat-allah-adalah-sifat-yang-maha-sempurna/